Film Dokumenter Pilpres 2014 Yang Ketu7uh

Presiden Joko Widodo

Film Dokumenter Pilpres 2014 Yang Ketu7uh merupakan film kilat dan kinyis-kinyis. Bagaimana tidak? sebagai film layar lebar yang dibuat oleh WatchDoc dimotori oleh Dandhy Laksono tidak sampai berbulan-bulan sudah diputar di Jakarta beberapa waktu yang lalu, sayang GrooBag belum sempat menontonnya sehingga belum bisa bercerita banyak tentang Film yang Ketu7uh tentang peristiwa yang mengharubirukan Indonesia karena ramai dan panasnya persaingan antar kandidat Calon Presiden Prabowo - Hatta dan Jokowi - JK untuk menjadi putera bangsa pilihan rakyat Indonesia sebagai pemimpin baru 2014 - 2019.

Film Dokumenter 75 Menit yang merambah layar lebar ini rincinya dibelakang layar dan kategorinya adalah:
Jenis Film : Drama, Documentary
Produser : Ari Trismana, Apri Dahliani Djamalus, Edi Purwanto, Suci Nuzleni Qadarsih
Produksi : WATCHDOC
Sutradara : Dandhy Dwi Laksono, Hellena Yoranita Souisa

Bocoran sedikit tentang 'Yang Ketu7uh' ini dari situs 21Cineplex adalah:

Nita, 60 tahun, harus menghidupi lima orang anaknya, setelah sang suami meninggal dunia pada tahun 2003. Karena keterbatasan ketrampilan dan pendidikan, ia akhirnya hanya bisa bekerja sebagai buruh cuci dan asisten rumah tangga di Tangerang, Banten. Ada dua prioritas dalam hidupnya: memenuhi kebutuhan sembako keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.

Lain Nita, lain pula Amin Jalalen, seorang petani penggarap tanah milik negara yang berdomisili di Indramayu, Jawa Barat. Sudah beberapa tahun belakangan ini ia terpaksa memberanikan diri menggarap tanah milik negara untuk menyambung hidup. Tapi Amin tak menggarap lahan milik negara dengan cuma-cuma. Ia harus membayar sewa tanah. Suatu aturan yang terus ia pertanyakan, karena menurutnya sistem sewa tanah tak sesuai dengan Undang-undang Dasar yang mengamanatkan kekayaan alam harus sebesar-besarnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat.

Sementara itu di Jakarta, Suparno dan Sutara punya masalahnya sendiri. Bekerja serabutan sebagai buruh bangunan dan tukang ojek, Suparno dan Sutara harus tinggal di rumah yang jauh dari layak. Mereka menghuni kawasan Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat. Suparno dan Sutara hanya mampu mendiami rumah dengan ukuran 6,65 meter persegi. Cukup tak cukup, dengan rumah seluas itu,
Sutara harus berbagi ruang dengan 5 orang anak dan istrinya.

Keempat tokoh ini akhirnya bertemu di ajang pemilu legislatif dan pemilu presiden. Mereka dipertemukan melalui kesamaan status sebagai voter, atau pemilih. Sebagai pemilih, mereka membawa harapan ke bilik suara. Mereka mempercayakan masa depan melalui hak pilih yang mereka miliki, dengan harapan anggota dewan dan presiden yang ketujuh yang dipilihnya bisa membawa perubahan.

Cerita keempat tokoh ini dibingkai oleh gambar perjalanan proses pemilu di Indonesia 2014, mulai dari kampanye partai menjelang pemilu legislatif, sampai hingar-bingar gelaran pemilu presiden yang akhirnya dimenangkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.

Dikerjakan oleh 19 videografer, film ini mengikuti keseharian para tokoh jauh-jauh hari sebelum gelaran Pemilu. Lantas siapa presiden pilihan Nita, Amin Jalalen, Suparno, dan Sutara? Apa harapan dan pesan dari mereka untuk Presiden Yang Ketujuh Indonesia?
Hanya menjadikan penasaran untuk bisa segera menonton tentang perjuangan anak bangsa dan nasib anak bangsa yang bukan calon presiden sebagai bumbu pemanis cerita dokumenter nyata ini.

Dan sampai saat ini baru bisa ngiler nonto trailer film dokumenter yang ketu7uh ini di youtube:




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Flames Of War, Film Dokumenter ISIS